![]() |
Akun dan Hari Esok |
Seluruh anak-anak
Indonesia baik yang tumbuh di perkotaan,
pedesaan, pegunungan, di pinggir laut. Lahir dari orang tua pengusaha, buruh
pabrik, tukang ojek, petani, ketua partai dsb dari Sabang hingga Marauke, dari
Miangas sampa Pulau Rote semuanya adalah anak bangsa, tunas bangsa yang
nantinya akan menjadi penyangga Bangsa dan Negara Indonesia. Semua anak-anak
Bangsa Indonesia tanpa terkecuali berhak mendapat pendidikan dasar termasuk anak-anak di pulau terluar Sebatik. Kecamatan paling timur
di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara, pulau yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga Malaysia.
Film yang berjudul
Aku dan Hari Esok garapan Mohammad Fikri mengisahkan anak bernama Seba, anak
buruh sawit. Seba dan kedua temannya di usia yang seharusnya bersekolah mereka
malah menjadi buruh kebun sawit. Orang tua Seba dan orang tua temannya tidak
menganggap pendidikan itu sesuatu hal yang penting . Bagi mereka jika anak-anak
mereka menjadi buruh sawit membantu
ekonomi keluarga meskipun sedikit lebih baik daripada menghabiskan waktu ke
sekoah. Seba pernah bersekolah tapi hanya sampai kelas dua SD, selebihnya ia
menjadi buruh di perkebunan sawit. Walaupun Seba dan teman-temannya bekerja
sebagai buruh di perkebunan sawit tetap saja jiwa kanak-kanak mereka tidak bisa
dibohongi. Kerap Seba dan teman-teman bermain padahal masih waktunya bekerja,
jadilah mereka main kejar-kejaran dengan mandor perkebunan.
Seba walaupun putus sekolah jauh didalam hatinya ia masih berangan-angan untuk bisa sekolah lagi. Untuk mengobati rasa rindu akan sekolah Seba mengajak dua temannya bermain di salah satu sekolah yang berada di desa tidak jauh dari perkebunan sawit. Seba dan temannya datang ke sekolah tersebut dengan mengendap-endap, mereka datang ketika orang-orang sudah pulang. Selain bermain yang membuat Seba antusias datang ke sekolah meskipun sudah sepi adalah ia menjawab soal yang kerap Pak Yudis tuliskan di Mading Sekolah. Ia menulis jawaban soal di Mading dengan menggunakan spidol yang ia pinjam di toko dekat sekolah, meminjam tanpa pemiliknya tahu.
Pak Yudis yakin yang
menjawab soal yang ia tulis di Mading
adalah anak-anak kalau dilihat dari tulisannya.
Pak Yudis bertekad
menemukan anak yang menjawab soalnya di Mading dan ketahuanlah bahwa yang
menjawab soal tersebut adalah Seba anak buruh perkebunan kelapa sawit. Tidak
ada adegan dramatis atau mengharu biru dalam film ini selain semangat tulus
dari Pak Yudis sang guru honorer untuk membuat anak pintar seperti Seba kembali
ke bangku sekolah.
Diawal Pak Yudis
harus bermain kejar-kejaran dengan Seba dan temannya karena setiap Pak Yudis
bertemu dengan niat ingin bicara, Seba malah pontang-panting berlari ketakutan. Setelah berhasil berbicara empat patah kemudian
malah Ibu Sebanya tidak menyambut niat baik Pak Yudis.
Setelah berhasil
membujuk orang tua Seba tantangan selanjutnya lebih berat, artinya Pak Yudis
yang akan menjadi orang Tua Seba selama Seba sekolah dan tinggal dirumahnya.
Sedangkan ekonomi Pak Yudis sebagai seorang guru honorer yang masih ketar-ketir
mencari biaya persalinan istrinya tidak bisa dikatakan memadai untuk menampung,
membesarkan dan menyekolahkan seorang anak.
Walapun masih kecil
Seba tahu kesulitan Pak Yudis hingga ia memutuskan untuk kembali kepada orang tuanya
di dalam perkebunan kelapa sawit. Tapi sayang orang tua Seba sudah pindah dan
hanya ada tulisan di dinding rumahnya. Pesannya Seba tetap harus semangat
mengerjar cita-cita, mereka akan bertemu lagi suatu hari nanti.
Spirit Seba dan
Pak Yudis adalah hal penting dalam dunia pendidikan bangsa ini tapi semangat
itu juga perlu mendapat dukungan dari kita semua termasuk negara ini. Bukan tidak
mungkin bahwa masih banyak Seba dan Pak Yudis lainnya di tempat lain selain di
Sebatik Kabupaten Nunukan.
Untuk orang-orang seperti Seba dan Pak Yudis tetaplah simpan dan pompa semangat dan cita-cita kalian ditengah semua keterbatasan karena masih ada hari esok yang lebih baik.
Komentar